Kamis, 22 November 2018

Selipan

Diposting oleh Akhelouise di 07.31
Bukankah berbagi membuatmu merasa lebih baik?


Berulang kali kumeminta pada diri untuk tidak mengeluh lagi. Namun, terkadang, diri ini bebal dan susah diatur. Hingga akhirnya, seperti yang kau baca saat ini, aku menulis untuk melimpahlan semua yang kurasakan. Karena sedari dulu, kalimat ini selalu kuucapkan kepada semua orang.

Bukankah berbagi membuatmu merasa lebih baik?

Jariku menelusuri bagian  archive stories di akun instagramku. Kemudian aku menemukan sebuah postingan berbulan-bulan lalu. 


Dandelion.
Bunga ini kupetik dari rumpunnya yang tumbuh di antara reruntuhan bangunan rumah sakit tempat ayah dirawat. Namun, pada saat aku memetik bunga ini, ayah sudah pergi. Bunga ini kubawa dengan pikiran kosong. Awalnya, saat mendengar perawat-perawat itu berkata bahwa ayah sudah pergi, aku melangkah keluar dari kamar itu—menuju ke teras dan mendekat ke pagarnya. Langit cerah sekali, hari itu. Waktu menunjukkan pukul 3 lewat. Adzan ashar telah berkumandang. Dan ayah sudah pergi, melepas semua sakit, dan memindahkannya ke hati ini.

Tapi, daripada ayah menderita lebih lama lagi, aku rela. Tidak apa-apa.

Terlalu banyak yang menangis saat itu. Maka, aku memutuskan untuk berjalan-jalan, menikmati sejuknya Kota Bukittinggi di sore hari. Kakiku membawaku. Aku tak berpikir sedikitpun tujuan apa yang akan aku cari. Kakiku membawaku, kemana dia mau. Lalu, aku sampai di ladang dandelion. Biji-biji putih dari bunga ini  berterbangan sore itu. Cantik. Sungguh cantik sekali. Pemandangan ini yang kuinginkan ada di saat aku membuka pintu belakang rumahku, suatu hari nanti. Namun, Allaah Maha Baik, Dia memberiku pertunjukkan ini, selepas ayah pergi.

Kakiku membawaku melintasi ladang itu. Kemudian, aku menemukan ini. Bunga cantik ini. Lalu, kupetik, dan kubawa ia menemaniku sepanjang perjalanan menuju kamar ayah kembali. Di saat semua orang masih menangis, aku memilih untuk duduk di bangku yang disediakan di depan kamar. Bundo memanggilku dan berkata bahwa aku harus menelpon Siddiq. Jawaban dari Siddiq membuatku sedikit teriris. Ketidakpercayaannya. Kemarahannya. Kediamannya. Semua hal yang dia lontarkan kepadaku, berusaha menyangkal perasaan perih yang mulai menggerogoti hatinya. Namun, lama-kelamaan dia sadar, dan mulai menikmati pedih itu. Kemudian dia terdiam. Terlarut oleh lukanya sendiri.

Sungguh, ini pedih sekali.

Bahkan, berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan terlewati, perasaan itu masih bercokol di hati ini. Setiap saat, sekecil apapun barang, kejadian, peristiwa yang pernah terlibat dengan beliau terlihat, semuanya langsung runyam. Ambruk. Hancur.

Mungkin, ada yang belum mengerti.

Aku masih menyimpan nomor ayah di ponsel. Aku masih memiliki wa ayah. Aku masih memiliki foto ayah. Semuanya masih terasa sama. Namun, saat aku mulai menyadari bahwa ayah memang sudah tidak ada lagi, hal yang bisa kulakukan hanyalah meringkuk di kamar sambil menahan sesak di dada.

Bahkan setelah selama ini, rasa pedih itu masih bercokol di hati.

Mengeluh itu memang tidak baik, maaf.
Tapi, berbagi membuatmu merasa lebih baik, bukan?

Terimakasih sudah membaca<3

Tempat tidurku yang bersprei Barcelona
November, 22
10.31 pm



0 komentar:

Posting Komentar

 

Akhelouise Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review