Jumat, 02 November 2018

October, 2018

Diposting oleh Akhelouise di 04.30
Well, everything was going so great!
Aku kira Oktober akan menjadi hal yang buruk.
Ternyata tidak.



Begitu banyak yang terjadi di bulan Oktober.
Minggu pertamanya kuhabiskan dengan berjalan-jalan di Kota Jakarta--tempat yang sungguh kurindukan. Mereka bilang, Jakarta adalah kota yang buruk--penuh kemacetan, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan insekuritas di sana membuat orang-orang berburuk sangka.
Maka di sini, aku berdiri membela Jakarta, biarkan aku berorasi bahwa Jakarta tak seburuk yang mereka kira. Mana ada kutemukan di sini orang lain yang mengalah memberi tempat duduk mereka bagi orang-orang prioritas? Entah cakupan tempat bermainku yang tak cukup luas, atau memang begitulah keadaan di Kota Sunyi ini. Tak pernah sekalipun kulihat manusia-manusia di sini menggeser sedikit tempat duduknya untuk diberikan kepada orang lain yang masih berdiri.
Aku sungguh mencintai Jakarta.
Maka, awal Oktober itu adalah hal-hal yang membahagiakan bagiku. Selama 5 hari, aku menghabiskan waktu di sana.

Sabtu pagi menyambutku dengan secercah sinar mentari di antara jendela. Pagi itu, aku sudah siap dengan pakaian beserta barang bawaan. Taman Hutan Mangrove adalah tujuan, bersama teman. Kami menyetujui untuk berjumpa di Stasiun Jakarta Kota, dengan aku dan Haifa yang berangkat dari Stasiun Kranji dan Sandra yang menunggu di sana.
Sesampainya di Stasiun Jakarta Kota, kami disambut oleh teriknya sinar mentari Kota Jakarta. Sebenarnya, Pekanbaru pernah lebih garang dari itu. Jadi, sedikit banyak aku masih bisa menahan sengatan yang menyerang punggung tanganku.
Karena matahari yang sungguh tidak bersahabat, aku, Haifa dan Sandra memutuskan untuk membelokkan arah tujuan. Kami tidak jadi ke Hutan Mangrove--yang awalnya adalah usulan dariku--dan memilih Mal Taman Anggrek sebagai tujuan berikutnya. Bermain Ice Skating, katanya. Maka, selama satu hari itu kami menghabiskan waktu bersama setelah lebih dari tujuh bulan tak berjumpa. Hanya 3 Mal yang mampu kami jelajahi di sepanjang siang, sore dan malamnya. Siang kami habiskan di Taman Anggrek, Sore di Centrak Park, dan Malam di skybridge yang menghubungkan Central Park dan Neo Soho. Skybridge di sana sungguh indah. Berjalan sendiripun tidak menyebabkanmu merasa sendiri. Jika aku mendapatkan kesempatan untuk tinggal di sekitar tiga Mal itu, mungkin aku akan sering menghabiskan waktu untuk duduk bermenung di jembatan itu sambil memandangi kemacetan ibukota. Aku menyukainya. Tidak tahu mengapa.
Ada sebuah wahana permainan yang cukup seru di sana. Wahana itu berbentuk empat gasing besar yang bisa diduduki. Gasing-gasing itu ditaruh di atas permadani berumput berukuran cukup besar. Jika kamu menduduki gasing tersebut, kamu akan diajak berputar-putar oleh gasing itu sendiri--memandangi indahnya langit kelam beserta puncak-puncak gedung tinggi yang ada di sekitarnya.
Pulangnya, Haifa membawaku menaiki bus transjakarta. Menyenangkan. Aku sungguh menyukai alat transportasi umum. Tidak tahu mengapa.
Dalam perjalanan pulang, aku dikirimi pesn oleh Monika mengenai janji kami untuk bertemu esok hari. Setelah menolak usulanku untuk pergi ke seaworld--yang dia menolaknya karena takut destinasi itu terlalu dekat dengan pantai--dia menawariku ke tempat yang--tentu saja--tidak akan bisa kutolak.

Induang suka bintang? 9.41 pm

Sukaaaaaaaaaa 9.42 pm

Maka dia mengajakku ke Planetarium Jakarta.

Hari itu sungguh indah. Aku memasang sepatu dan melangkah dengan pasti menuju pagar rumah, menunggu gojek datang untuk membawaku ke Stasiun Kranji.
Kami berjanji untuk bertemu di Stasiun Manggarai. Dia sedikit tidak tepat waktu. 30 menit lebih aku habiskan untuk menunggunya datang dari arah Tanah Abang. Pada akhirnya, kami bertemu di musholla Stasiun Manggarai karena waktu zhuhur sudah masuk saat aku masih menunggu kedatangannya.
Bukankah aku pernah bercerita mengenai Stasiun Manggarai? Sebenarnya aku sedikit melankolis di sini. Karena ini adalah tempat bersua dan berpisah, tempat bertemu dan melangkah.
Kembali ke ceritaku tadi. Dari Manggarai, kami mengarah ke Stasiun Cikini dan langsung menuju Planetarium Jakarta. Allaah Maha Baik. Aku dan Monika mendapatkan dua tempat terakhir untuk pertunjukan terakhir di hari itu.
Sambil menunggu pertunjukkan yang mulai pukul 2.00 pm, kami memesan makanan untuk mengisi perut yang keroncongan. Monika memilih untuk memakan junk food saat aku sudah mengusulkan beberapa makanan-yang-tidak-terlalu-buruk-untuk-kesehatan padanya.
Pada pukul 1.30 pm, kami sudah menuju ke Planetarium tadi menukarkan kupon nomor untuk menjadi tiket di loket Planetarium Jakarta. Ramai. Aku tidak tahu ternyata bukan hanya aku sendiri yang menyukai bintang.
Kami mendapatkan tempat duduk di bagian barat ujung. Sendi leherku sedikit sakit sebenarnya karena terlalu sering menengadah dan menoleh ke kiri. Tapi, semua itu terbayarkan ketika proyeksi-proyeksi langit malam muncul di atas sana.
Aku menangis. Aku menyukai bintang. Sebegitunya.

Senin, tanggal 8 Oktober, aku pergi menjemput Bundo ke Halim. Perjalanan yang cukup jauh karena aku yang buta arah dan tidak tahu akan menaiki kedaraan apa. Kak Nurul menyarankan untuk menaiki kereta ke Stasiun Klender lalu menyambung perjalanan dengan gojek ke Bandara Halim. Aku tidak tahu kalau perjalanan itu akan menjadi sejauh dan sepenat itu. Namun, semuanya terbayar saat melihat Bundo yang sudah menungguku di depan Maxx Coffee Bandara Halim.
Sepulangnya dari sana, kuputuskan untuk menuju M Gold Tower. Terakhir kali ke sana sama dengan terakhir kali berjumpa dengan Sandra dan Haifa--lebih dari 7 bulan lalu. Maka, keberadaanku di sana sungguh memutar kembali semua kenangan-kenangan. Memang, aku hanya 2 bulan di sana. Namun, tidak tahu mengapa, memori-memori itu tetap berbekas dan menempati tempat yang sama. Maka, saat aku menginjakkan kaki kembali di teras gedung itu, semua kenangan merebak, membuatku sedikit berkaca-kaca karenanya.
Lantai 5 adalah tujuan pertama. Di sana, kutemui Kak Prinka dan Mas Bayu yang menjadi dua dari beberapa orang pertama yang kukenal di kantor in. Setelah itu, aku langsung menuju ke lantai 22--lantai dengan kenangan terbanyak. Teringat aku, di suatu siang, gempa menghoyak bumi Bekasi. Aku--bersama Haifa, Bella, dan beberapa orang lainnya--berlari menuruni tangga yang gelap dari lantai 22 menuju lantai 5. Berlari kami dengan penuh kehati-hatian karena mata yang tak mampu melihat dalam kegelapan. Sungguh sebuah unforgettable moment.

Besoknya adalah hari yang menjadi tujuan utamaku menginjakkan kaki di tanah Jawa. Kak Nurul--akhirnya--wisuda. Bertempat di Sasana Kriya, TMII, pergelaran wisuda itu diselenggarakan dengan elegant. Setibanya di sana, aku dan Bundo diantar oleh salah seorang LO menuju kursi bagian depan. Di perjalanan, LO yang ternyata juga orang Minang bercerita tentang Kak Nurul yang menjadi salah satu Wisudawan Terbaik. Aku terdiam. Berulang kali aku memastikan kepada LO tersebut bahwa dia tidak salah orang.
Saat kami sudah menduduki bangku khusus untuk Undangan Wisudawan Terbaik, Bundo berbisik lirih di telingaku mengatakan bahwa ada satu hal yang sungguh sangat ingin untuk beliau lontarkan. Tapi, beliau terlalu takut hal tersebut akan mengungkit kesedihan yang mendalam. Pada akhirnya, kalimat itu terlontar juga. Dengan nada sedikit bergetar, Bundo berkata, "Ayah pasti bangga."
Dan benar. Setelah kalimat itu terdengar, aku menangis sejadi-jadinya.

Pukul 2.00 am, aku sudah siap dengan seluruh perlengkapan. Pesawat Citilink penerbangan pukul 5.25 am sudah menantiku di Soekarno-Hatta. Bundo sedikit mencemaskan aku yang pergi sendirian--bahkan ayam jantanpun belum bangun pada jam segitu. Namun, aku berhasil meyakinkan bahwa yang kecil itu hanyalah fisikku saja, sedangkan mental dan keberanianku mungkin sangat jauh melampauinya--apaansi.
Pagi itu cukup melelahkan. Aku bahkan tidak malu untuk tidur di rest area ketika sudah sampai di bandara. Bersyukur aku membawa bantal leher panpan yang empuk. Setidaknya, tidur yang kusambung di rest area cukup untuk membuatku terjaga di kantor nantinya.

Dan, hari rabu berlalu dengan biasa. Makan siang, kumpul di musholla, berkutat pada SE-11 dan beberapa rutinitas yang sungguh sangat biasa.

Pengalaman 5 hari itu berharga bagiku--bertemu sahabat-sahabat, menghadiri wisuda kakak, berkunjung ke kantor lama. Oktoberku dibuka dengan sangat menarik dengan liburan tersebut. Oktoberku juga ditutup dengan hal-hal unik yang akan kuceritakan di postingan selanjutnya--karena 11 hari terakhirku di Oktober mempunyai kisah yang panjang. Postingan ini akan menjadi membosankan jika aku bersikeras untuk menggabungkan cerita bulan Oktoberku di satu tulisan yang sama.

Tunggu postingan tentang Pelatihan Teknis Umum (PTU) yang menjadi penutup bulan Oktoberku.

Mejaku yang nyaman
November 5
8.54 am

p.s. oh iya, Nana yang kutinggal dalam keadaan rapuh sekarang semakin ringkih. Telinganya yang dulu berdiri sekarang sudah melayu. Aku merasa berdosa karena meninggalkannya dalam keadaan sendiri dan hampa :(

0 komentar:

Posting Komentar

 

Akhelouise Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review