Jumat, 05 Oktober 2012

Demi

Diposting oleh Akhelouise di 03.39

Aku tak menyangka, semuanya akan berakhir seperti ini. Aku mempunyai seorang sahabat. Sahabat yang rela melakukan apa saja demi orang yang disukainya. Dia berusaha untuk menjadi seperti yang orang yang disukainya minta. Dia baru saja meninggal. Dia meninggal karena memenuhi orang yang disukainya minta. Sekarang, aku sedang memegang sebuah surat dan sebuah paket. Surat dan paket yang dia titipkan kepadaku agar diberikan kepada orang yang disukainya minta. Orang yang disukainya adalah Morgan. Aku masih ingat tatapannya sewaktu dia menitipkan surat dan paket terakhirnya untuk Morgan.





*FlashBack ON*



“Lulu….!!!!!” Teriak seseorang memanggil namaku. Secara spontan aku melihat ke arah sumber suara.

“eh, kau rupanya. Ada apa kau memanggilku?” kataku sembari melihat sahabatku yang tidak lain dan tidak bukan adalah Monica Sandra.

“tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin memanggilmu. Apakah aku tidak boleh memanggilmu?” katanya sambil memandang sinis kepadaku.

“bukan maksud ku seperti itu. Sudahlah. Lupakan saja semuanya.” Kataku berlalu meninggalkan Monica.

“tunggu aku” katanya sambil berlari mengejarku. “apakah hari ini ada PR?” tanyanya kepadaku.

“kan sudah berulang-ulang kali aku bilang. Kalau kau mau menanyakan tentang pelajaran, PR, ulangan atau segala macam yang berhubungan dengan pelajaran, aku tidak akan pernah tau dengan itu semua!” kataku dengan nada yang cukup tinggi.

“baiklah. Maafkan aku” katanya sambil menunduk. Sepertinya dia merasa bersalah.

“tak apa. lupakan saja semuanya” kata ku dan mengajaknya untuk bergegas ke kelas. “ayo, kita ke kelas” kata ku dengan sebuah senyum yang mengembang.



Sepulang sekolah, kami pergi ke kantor majelis guru untuk suatu urusan. Di sana kami bertemu dengan seorang pria. Yang menurutku dia bukanlah pria yang terlalu tampan maupun gagah. Dia hanya sedikit Cool. Tapi, seperinya sahabatku yang satu ini sangat tidak setuju dengan pendapatku. Karena. Sepertinya dia sangat tergila-gila kepada laki-laki tadi.



“eh Lu, kau lihat tidak laki-laki yang di kantor tadi?” katanya memulai pembicaraan denganku.

“ya, aku melihatnya. Memangnya kenapa?” tanyaku sambil melihat wajahnya.

“tidak apa apa sih. Tapi, sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya” ucapnya sambil cengar cengir di hadapanku. Nampaknya dia sedang memikirkan wajah pria itu.

“oh ya? Kau jatuh cinta kepada apanya? Dia tidak tampan. dia juga tidak gagah. Apa yang membuatmu jatuh cinta kepadanya?” tanyaku dengan memandang serius kepadanya.

“aku juga tidak tau. Apakah jika kita menyukai seseorang haruslah memakai alasan?” tanyanya.

“tidak juga sih. Aku cuman bertanya” kata ku. Lalu, sebuah ide cemerlang terlintas di pikiranku. “kau mau aku jodohkan dengan dia?” tanyaku menggodanya.

“hmm… bagaimana yah? Mau mau mau. Tapi, bagaimana kau melakukannya” katanya sambil berbalik bertanya kepadaku

“kau tau kan, bahwa aku mempunyai banyak teman laki-laki yang bisa membantuku. Kemungkinan salah satu temanku itu berteman dengan Cinta pertama mu itu.” Kataku meyakinkannya.

“baiklah. Usahakan ya supaya aku dan dia bisa jadian” tanyanya sambil tersenyum genit kepadaku.

“okeh… percayalah padaku.” Aku pun meninggalkannya sambil melambaikan tangan padanya.



Aku pun mulai menanyakan kepada setiap teman laki-lakiku. Beruntungnya. Salah satu temanku berteman dengannya. Dan ternyata, namanya adalah Morgan. Morgan Winata. Aku pun meminta datanya. kelasnya, alamatnya, dan nomor Hand Phone nya. Setelah itu, aku langsung mengabari sahabatku yang tergila-gila padanya.



“Monica….!!! Aku mendapatkannya. Aku mendapatkannya” teriakku kepada Monica.

“kau mendapatkan apa?” tanyanya

“aku mendapatkan namanya, kelasnya, alamatnya, dan nomor HP nya.”

“kau tidak bercanda kan?”

“tidak. Aku tidak bercanda. Lihatlah ini. Ini semua tentang dirinya.” Kataku yang super Excited ini sambil memperlihatkan sebuah kertas yang berisi info tentang si Morgan tadi.

“oh ya?!” katanya “sini aku lihat” ucapnya sambil mengambil kertas yang ada di tanganku tadi. “ini buatku ya?” tanyanya kepadaku

“iya. Tentu saja sobat. Aku bersusah payah mencarinya hanyalah untuk kau.” Kataku sambil tersenyum lebar kepadanya.

Dia langsung memelukku. “terima kasih. Aku sangat berterima kasih padamu” ucapnya sambil memelukku.





Beberapa hari kemudian, Monica mengungkapkan perasaanya kepada Morgan. Morgan akan menerima perasaan Monica dengan sebuah syarat. Yaitu, Monica harus membuat sebuah sulaman yang bergambar/bertulisan apa saja. Yang penting, namanya sulaman. Monica pun berusaha untuk memenuhi permintaan Morgan. Dia berkata kepadaku. “aku akan berusaha agar menjadi seperti apa yang Morgan minta” katanya kepadaku.



Hari-hari Monica lewati dengan menyulam. Sebenarya dia tidak bisa menyulam. Namun dia berusaha belajar kepadaku. Aku pun mengajarinya sampai dia bisa. Akhirnya diapun bisa setelah beberapa kali belajar denganku. Dia akan membuat gambar sebuah hati yang berisi namanya dan nama Morgan. Sampai suatu hari kejadian yang paling menakutkan terjadi….



Hari itu, Monica ingin pergi ke toko yang ada di seberang sekolah. Dia mengajakku. Katanya, dia ingin membeli benang untuk sulamannya. Karena benangnya sudah habis. Dia ingin membelinya lagi. Tapi, aku menolaknya. Aku bilang aku malas pergi ke toko itu. Tapi, dia tetap bersikeras untuk membeli benang tersebut. Dia pergi sendirian.

Sesampainya di toko tersebut, Monica langsung membeli benang untuk sulaman. Sewaktu dia ingin menyebrang untuk kembali ke sekolah sebuah tragedy terjadi. Saat dia menyebrang, benang yang ia beli tadi terjatuh di tengah jalan. Dia pun kembali untuk mengambil benang tersebut tanpa memperhatikan kiri kanan. Dan ternyata, ada sebuah mobil yang sedang melaju dengan kencang menabrak Monica.

Aku tidak tau dengan kejadian itu. Aku baru tau ketika orang-orang berkerumun di jalan tersebut. Aku pun penasaran. Karena penasaranku itu aku pun pergi ke tempat itu. Dan kulihat, seorang gadis terbujur dengan bergelimangan darah sambil memegang sebuah benang yang akan diangkut oleh orang yang menabrak tadi. Nampaknya dia akan membawanya ke rumah sakit.

Saat pertama kali aku melihatnya, aku langsung terdiam. Aku tak tau apa yang akan kulakukan. Aku terdiam berdiri disana sambil melihat Monica yang akan dibawa oleh orang itu. Tak terasa, ternyata air mataku menetes. “MONICAAAAAA…..!!!!!!” teriakku memanggil namanya. Aku pun meminta izin kepada orang itu untuk menemani Monica ke rumah sakit.

Aku terdiam memandangi Monica yang terbujur kaku. Aku letakkan tanganku di dadanya. Dag dig dug. Untunglah, ternyata Sahabatku masih hidup. Aku pun menelpon kedua orang tuanya agar datang ke rumah sakit. Aku masih memikirkan keadaan Monica.

Tak lama kemudian Dokter keluar. Dan dia bilang Monica memanggilku. Aku pun langsung masuk ke ruang perawatan. Monica menyuruhku untuk mengambilkannya sebuah pena dan sebuah kertas. Sepertinya dia ingin menulis sesuatu. Dia tidak mengizinkan aku untuk melihatnya. Kemudian dia menyuruhku membeli sebuah kotak, kertas kado dan sebuah amplop. Aku tak tau apa yang akan dilakukan Monica. Dia menyuruhku keluar. Dan dia tidak mengizinkan satu orang pun masuk ke dalam kamar rawatnya.

Tak lama kemudian Monica menyuruh keluarganya untuk masuk. Setelah keluarganya masuk, Monica memanggilku lagi. Nampaknya, keadaanya makin parah. Bibirnya sudah sangat pucat. Aku terkejut melihat keadaannya. Dia memberikan sebuah bungkusan dan sebuah surat kepadaku. Dia menyuruhku agar memberikan semua ini kepada Morgan. Dia tidak mengizinkan aku untuk melihatnya.

“Lu, aku titip ini untuk Morgan ya.” Ucapnya dengan lemah sambil memberikan bungkusan dan sebuah surat.

“buat Morgan? boleh aku lihat?”

“tidak! Kau tidak boleh melihatnya”

“oo, baiklah.” Ucapku

“oh iya Lu. Makasih ya”

“makasih buat apa?”

“Karena kau telah mau menjadi sahabatku selama ini. Terima kasih juga karena sudah menemaniku selama hidupku ini” ucapnya. Nampaknya matanya berkaca-kaca.

“hei hei hei… maksudmu apa sih? Selama hidupmu? Kau jangan berpikiran yang macam-macam dong.”

“aku tidak berpikiran yang macam-macam mungkin ini memang sudah takdirku Lulu.” Ucapnya lemah lembut kepadaku.

“tapi, Monica. Kau tidak akan meninggalkanku kan?” ucapku. Air mataku tergantung di kelopak mataku.

“maaf Lulu. Aku tak mungkin bisa menemanimu lagi. Mungkin sampai di sini saja ya.” Ucapnya tersenyum yang diiringi dengan jatuhnya air matanya.

“tapi.. tapi…” ucapku diiringi oleh air mata yang semakin lama semakin banyak.

“selamat tinggal Lulu…” ucapnya sambil tersenyum. Mungkin itu adalah sebuah senyuman terakhir dari sahabatku.

“Monica. Monica. MONIIIICAAAA!!!!!!!” ucapku berteriak memanggil namanya. Aku mendengar sebuah nada yang monoton. Mungkin itu adalah alat pendekteksi detak jantung. “dokter…Dokter….  selamatkan Monica…” ucapku memanggil dokter. Dokter pun segera masuk bersama dengan orang tua dari Monica. Tapi, sayang. Nyawa Monica tidak terselamatkan lagi.



*FlashBack OFF*



Seperti yang sudah diamanahkan Monica kepadaku. Aku pun memberikan surat dan paket itu kepada Morgan

“ini. Surat dan paket. Monica yang menyuruhku memberikan ini semua kepadamu.” Ucapku sambil memberikan bungkusan dan sebuah surat

“Monica?” tanyanya

Aku mengangguk. “hm… bisakah kau memperlihatkan kepadaku apa isi surat dari Monica?”

“oke. Tapi, nanti ya. Aku ingin membacanya terlebih dahulu.” Ucapnya. Setelah membaca suratnya. Nampak sebuah air mata terdapat di pelupuk matanya. Dia pun membuka bungkusan yang dititipkan Monica kepadaku. Dia pun mengeluarkan isinya. Dan ternyata isinya adalah sebuah sulaman yang gambarnya adalah sebuah hati. Dan ditengahnya terdapat nama Morgan dan Monica. Tapi, satu yang kurang lengkap. Yaitu, setengah dari warna hati itu belum selesai. Nampaknya air mata Morgan tak terbendung lagi. Dia menangis. Aku melihat dia menghapus air matanya.

“ini. Kau boleh membaca suratnya.” Ucapnya sambil menghapus air matanya. “tapi, yang ini boleh untukku kan?” tanyanya sambil memperlihatkan sulaman tersebut.

“tentu saja. Monica membuatnya susah payah hanya untukmu.” Ucapku.

Lalu dia pun pergi sambil membawa sulaman tersebut. Aku pun mulai membaca surat dari Monica. Saat aku membacanya, air mata tak terbendung lagi. Aku menangis. Aku masih ingat senyuman dari sahabatku itu saat dia memberikan ini kepadaku. Senyuman terakhir dari nya yang sangat manis. Setelah membaca suratnya, aku pun memasukkan surat tersebut ke dalam tas. Aku melipatnya dengan rapi. Aku tak ingin surat terakhir dari sahabatku itu hilang atau pun rusak.



Oh iya, sebelum Morgan pergi dia menyuruhku untuk mengatakan sesuatu jika aku pergi ke makam Monica. Dia mengatakan “TERIMA KASIH MONICA. KAU SUDAH BERJUANG UNTUK MENJADI SEPERTI YANG AKU MINTA”



Dear Morgan,

Morgan, mungkin saat kau membaca surat ini aku sudah tak ada lagi di sisimu.

Maaf kan aku karena aku telah meninggalkanmu

Maafkan aku karena aku tak bisa lagi berjuang untuk menjadi seperti yang engkau minta. Aku tau aku tak akan bisa. Menjadi seperti yang kau minta. Namun selama nafas ku berhembus aku kan mencoba. Menjadi seperti yang kau minta.

Maaf kan aku karena aku tak bisa melanjutkan permintaanmu. Tapi, aku harap kau menyukainya. Aku harap kau akan menyimpannya.

Morgan, walaupun aku sudah tak ada lagi di dunia ini, aku harap kau tak akan melupakanku. Aku harap namaku masih akan tertulis di hatimu walaupun aku sudah tiada.

Aku memang tak terlihat olehmu. Tapi, kau akan merasakan kehadiran diriku di setiap langkahmu, hidupmu, dan hembusan nafasmu.

Terima kasih Morgan, kau sudah memberikanku kesempatan untuk menjadi salah seorang pengisi hatimu. Aku harap, aku akan bertemu denganmu di surga nanti.

I LOVE YOU SO MUCH. DON’T FORGET ME . WISH US MEET AT PARADISE

0 komentar:

Posting Komentar

 

Akhelouise Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review